Friday, March 4, 2011

Sumber Inovasi Pendidikan


INOVASI DAN SUMBER INOVASI


A.     PENGERTIAN INOVASI PENDIDIKAN
Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi Inovasi pendidikan adalah  suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi atau diskoveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Pendidikan adalah suatu system, maka inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan komponen system pendidikan baik dalam arti system dalam arti sekolah maupun system dalam arti luas misalnya system pendidikan nasional. Inovasi pendidikan terjadi dalam komponen-komponen pendidikan seperti inovasi dalam oembinaan personalia, inovasi jumlah personalia dalam suatu wilayah kerja, inovasi masalah fasilitas fisik,  penggunaan waktu, merumuskan tujuan pendidikan, inovasi prosedur (missal : penggunaan kurikulum abru, cara membuat persiapan mengajar, pengajaran individual, kelompok dsb.), inovasi dalam peran yang diperlukan, mekanisme kerja dan banyak lagi inovasi-inovasi dalam bidang pendidikan.
B.      SUMBER-SUMBER INOVASI
Inovasi atau pembaharuan yang menghasilkan suatu ide-die, gagasan-gagasan yang baru dalam aspek kehidupan manusia (ekonomi, social, budaya, politik, pendidikan dl) senantiasa terjadi dan tidak akan pernah berhenti. Hal tersebut mudah dipahami, karena masusia merupakan makhluk yang berpikir (yang senatiasa memikirkan hal-hal yang dapat memenuhi bebutuhan hidupnya, senantiasa mencari ide-ide baru, meneliti/menggali); social (yang selalu berinteraksi dengan lingkungan lain) yang ditandai dengan adanya tindakan dan komunikasi. Artinya inovasi terjadi karena adanya sumber-sumber inovasi yang menyebabkan adanya inovasi.
Berbicara masalah sumber-sumber inovasi ada beberapa pendapat. Menurut Everett M. Rogers dan F. Floyd Shoemaker yang dikutip oleh Abdialh Hanapi (1981:18) menyatakan bahwa sumber inovasi  dilihat dari paradigm tipe perubahan social dapat digambarkan seperti table di bawah ini :
Sumber kebutuhan terhadap perubahan
Sumber/Asal Ide Baru
Dari dalam : kebutuhan dirasakan oleh anggota system sosial
1.      Perubahan imanen
2.       Perubahan kontak selektif
Dari luar : Kebutuhan diamati oleh agen pembaharu atau orang luar sistem
3.      Perubahan imanen yang diinduksi
4.       Perubahan kontak yang terarah
Perubahan imanen terjadi jika anggota system social menciptakan dan mengembangkan ide baru dengan sedikit atau tanpa pengaruh sama sekali dari pihak luar dan kemudian ide baru itu menyebar ke seluruh system social. Contoh seorang petani Iowa menemukan alat sederhana untuk mengumpil jagung. Penemuan ini memudahkan pekerjaan dan tidak banyak memakan waktu. Dalam waktu singkat banyak tetangga penemu ini yang menggunakan alat tersebut. Dengan demikian perubahan imanen adalah suatu gejala “dari dalam sistem”.
Perubahan kontak terjadi jika sumber dari luar system social memperkenalkan ide baru. Perubahan kontak adalah gejala “antar system”. Ada dua macam perubahan kontak, yaitu perubahan selektif dan perubahan kontak terarah. Perbedaan perubahan ini tergantung dari mana kita mengamati datangnya kebutuhan untuk berubah ini, dari dalam atau dari luar system. Perubahan kontak selektif terjadi jika anggota system soail terbuka pada pengaruh dari luar dan menerima atau menolak ide baru itu berdasarkan kebutuhan yang mereka rasakan sendiri. Tersajinya inovasi itu sendiri secara spontan atau kebetulan; menerima bebas memilih, menafsir atau menolak ide baru itu. Contoh ketika guru sekolah tertentu mengunjungi sekolah lain yang telah mengadopsi inovasi. Seelah mereka kembali ke sekolahnya sneiri, mungkin mereka menerapkan metode mengajar yang baru, tetapi tindakan itu dilakukan tanpa adanya paksaan atau kesengajaan dari kepala sekolah untuk mencari atau menerima inovasi itu.
Perubahan kontak terarah atau perubahan perencanaan adalah perubahan yang disengaja adanya orang luar atau sebagian anggota system yang bertindak sebagai agen pembaharu yang secara intensif berusaha memperkenalkan ide-ide baru untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga dari luar. Banyak pemerintah nasional yang mensponsori program-program pembangunan yang direncanakan untuk diperkenalkan inovasi-inovasi teknologi di bidang pertanian, pendidikan, kesehatan, perindustrian dan sebagainya.
Pendapat yang sama (Purwanto, 1981 : 25) menyatakan bahwa sumber inovasi dilihat dari unsur-unsur difusi dan komunikasi terdiri dari penemu, ilmuawan, agen pembaharu dan pemuka pendapat. Selengkapnya dapat dilihat pada table di bawah ini :
Unsur-unsur dalam model komunikasi  S-M-C-R-E
Sumber
(S)
Pesan
(M)
Saluran
(C)
Penerima
(R)
Efek
(E)
Unsur-unsur alam difusi inovasi
·   Penemu
·   Ilmuwan
·   Agen Pembaharu
·   Pembuka Pendapat
INOVASI
Saluran Komunikasi:
·   Media Massa
·   Media interper-sonal
Anggota Sistem Sosial
Konsekwensi:
·   Pengetahuan
·   Perubahan Sikap
·   Perubahan Tingkah laku
Berdasarkan tabel di atas jelas bahwa yang menjadi sumber inovasi sehubungan dengan kesamaan model komunikasi adalah para penemu, para ilmuwan, agen pembaharu, pemuka pendapat. Model ini sesuai dengan unsure-unsur difusi yaitu (1) penerima yakni anggita system social; (2) saluran, yaitu alat atau media dengan mana inovasi tersebar; (3) pesan-pesan yang berupa ide baru atau inovasi; (4) sumber inovasi (para ilmuwan, para penemu, agen perubahan, pemuka pendapat dan sebagainya) dan (5) akibat yang berupa perubahan baik dalam pengetahuan, sikap maupun tingkah laku yang Nampak (yaitu menerima atau menolak) terhadap inovasi.
Menurut Drucker yang dikutip oleh Sudarwan Danim  (2002:150-152) mengemukakan beberapa sumber terjadinya inovasi (pembaharuan) yaitu :
1.         Kondisi yang tidak diharapkan (The unexpected)
Kebanyakan perubahan dan pembaharuan didasarkan pada hasil perencanaan manusia. Salah satu unsure pokok pada manusia untuk mengantisipasi mas depan adalah harapa atau ekspektansi. Munculnya kondisi-kondisi yang tidak diharapkan (unexpected condition), seperti mutu layanan pendidikan di sekolah yang rendah, pengelolaan pendidikan dana pendidikan tidk efisien, prose promosi guru yang berjalan lamban dan lain-lain, merupakan akses yang muncul akibat administrasi tidak dikelola secara professional. Ekses-ekses semacam ini menurut Dubrin yang dikuti Sudarwan Danin (2002) justru akan memunculkan harapan-harapan baru yang lebih inovatif dalam aplikasinya.
2.         Munculnya ketidakwajaran (The incongruity)
Ketidakwajaran dapat  juga muncul selama proses pendidikan di sekolah atau pada hasil yang dicapai. Prosedur birokrasi kepegawaian yang lamban, pemberian daftar nilai pelaksanaan pekerjaan ang dinilai oleh staf sekolah kurang objektif dan lain-lain, merupakan contoh ketidakwajaran.
Ketidakwajaran ini dapat menghasilkan inovasi baru, misalnya dengan menyederhanakan prosedur, menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk berbagai keperluan sekolah. Artinya munculnya beberapa sisi negative tersebut merangsang seseorang (missal administaror) untuk membuat keputusan inovatif dalam pendidikan
3.         Kebutuhan yang muncul dalam proses (Innovation based on process need)
Adanya hubungan yang timbal balik (proses interaksi) antara individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok di suatu system social yang demokratis dapat melahirkan gagasan-gagasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Artinya banyak hal yang baru akan muncul apabila setiap orang (missal guru di sekolah) dapat melakukan komunikasi secara terbuka  dan saling bertukar pikiran tentang upaya-upaya perbaikan di sekolah dengan guru lainya baik dalam satu lembaga tersebut maupun dengan lembaga di luar sekolah (missal kalau guru pertemuan antara guru mata pelajaran yang biasanya tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran/Guru Bimbingan dan Konseling dsb.). Dalam proses interaksi tersebut akan melahirkan kebutuhan-kebutuhan baru yang muncul guna perbaikan lembaga pendidikan (sekolah).
4.         Perubahan dalam struktur industry pasar (Changes in industry structure or market structure)
Perubahan jenis tenaga yang diperlukan  pasar tenaga kerja misalnya merupakan sumber inspirasi bagi sekolah untuk membuat suatu keputusan inovasi dalam lembaga sekolah. Keputusan inovasi ini seringkali memberikan tekanan kuat terhadap perubahan struktur kurikulum dan strategi Proses Belajar Mengajar dan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling (Misal: bidang bimbingan karir). Perubahan tersebut misalnya dari pengajaran teoritis menjadi pelatihan yang bersifat praktis, program pengembangan diri yang lebih berorientasi pada pengembangan skill (keahlian) yang sesuai dengan tuntutan tenaga kerja dan sebaginya.
5.         Kondisi Demografis (Demographies)
Variasi kondisi demografis memunculkan variasi terhadap perilaku individu dalam suatu lembaga pendidikan. Di sekolah-sekolah tradisional yang tidak memiliki fasilitas penerangan (listrik) misalnya,  seorang kepala sekolah tidak akan pernah berfikir menghimpun dana untuk membeli oberhead projector atau televise  dalam rangka membantu kelancaran proses belajar mengajar.
Kondisi demografis juga memberi efek terhadp prilaku individu dalam suatu sekolah dan perilaku peserta didik secara keseluruhan. Contoh di daerah pertanian, yang guru dan orang tua peserta didik melakukan usaha tani, angka membolos (absenteism) cenderung meningkat pada saat memulai penggarapan lahan atau pada saat musim panen tiba. Pemahaman terhadap kondisi demografis ini sangat diperlukan, terutama untuk membuat terobosan baru dalam rangka menanggulangi serba keterbatasan. Berdasarkan kondisi geografis ini seyogyanya guru tidak boleh pasrah dengan keadaan, misalnya keterbatasan alat bantu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik. Mengapa tidak alat peraga tersebut diambil  dari alam atau peserta didik dibawa kea lam terbuka.
6.         Perubahan persepsi, suasana dan makna (Changes in perception, mood and meaning)
Inovasi yang bersumber dari perubahan persepsi, suasana dan makna, pada umumnya disebabkan penerimaan dan penafsiran individu atas informasi yang diterimanya dari lingkungan. Informasi ini dapat diperoleh melalui media massa, (seperti surat kabar, televisie, radia, majalah), internet dan juga dapat diperoleh berdasarkan pengalaman lapangan seperti karyawisata.
7.         Pengetahuan Baru (New knowledge)
Para guru dan staf sekolah lainnya dalam suatu lembaga pendidikan dapat memperoleh informasi baru dari berbagai sumber bacaan, forum-forum ilmiah, lokakarya, penataran, pelatihan, internet dan sebagainya. Pengetahuan baru ini juga dapat diperoleh melalui eksperimen berskala kecil (sekarang sedang tren di sekolah ‘penelitian tindakan kelas’) yang dilakukan sendiri atau kelompok atau penerapan eksperimen para ahli. Dilihat dari sumbet terjadinya perubahan dan pembaharuan, pengetahuan baru sebagai sumber inovasi dapat dibedakan menjadi dua kategori (Sudarwan Danin, 2002:153) yaitu Pertama perubahan-perubahan yang bersifat adaptif pada satu pihak dan pengembangan dipihak lain. Kedua, perubahan-perubahan yang bersifat alokatif pada satu pihak dan inovatif dipihak lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa sumber-sumber inovasi terdiri dari  (1) berasal dari individu sebagai bagian dari system social; (2) berasal dari organisasi/lembaga sebagai bagian dari system social dan (3) berasal dari kondisi lingkungan alam atau demografis.
1.      Berasal dari individu sebagai bagian dari system social maksudnya bahwa sumber-sumber inovasi dapat muncul dari individu sebagai pribadi. In divide yang bagaiaman yang menjadi sumber inovasi ? Adalah individu yang memiliki karakteristik pribadi  seperti sikap terbuka terhadap perubahan, kreatif, rasa ingin tahu yang kuat tentang sesuatu, dan sebagainya. Sifat-sifat pribadi tersebut senantiasa memunculkan kebutuhan-kebutuhan tentang sesuatu. Kebutuhan akan perubahan, kebutuhan akan adanya jawaban terhadap permasalahan, kebutuhan  akan informasi dan sebagainya. Kondisi isi akan memunculkan rasa ingin tahu,  pencarian tentang sesuatu (ide, gagasan, cara, metode dsb.), berani bereksperimen, melakukan research. Di sekolah sumber inovasi bisa datang dari pribadi-pribadi guru, yang berangkat dari adanya masalah dan tantangan yang dihadapi. Munculnya keinginan atau kebutuhan untuk menyelesaikan masalah dan tantangan tersebut. Misalnya masalah dalam menerapkan metodologi penelitian, masalah prilaku menyimpang para siswa, maslah prestasi beljar siswa, masalah lanjutan studi sisw dan sebagainaya. Guna terpenuhinya kebutuhan atasa masalah tersebut, guru melakukan penelitian, eksperimen, mencari informasi dan pengetahuan baru sehingga melahirkan suatu ide baru, gagasan-gagasan baru yang dapat diaplikasikan di sekolah.
2.      Kelompok/organisasi dalam suatu system social, Sumber inovasi bisa berasal dari suatu organisasi atau kelompok social, misalnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), orgnisasi kemasyarakat, lembaga keagamaan, sampai pada lembaga pemerintahan (eksekutif, legislative dan yudikatif). Semua lembaga atau organisasi tersebut bisa menjadi sumber inovasi. Termasuk di dalamnya adalah aspek norma-norma social, nilai (value), para pemegang otoritas, pejabat, agen perubahan dalam suatu organisai, kepala-kepala lembaga penidikan (ilmuwan) juga dapat menjadi sumber inovasi.
3.      Kondisi Lingkungan Alam (demografis); Kondisi lingkungan alam sekitar termasuk di dalamnya sumber daya alam yang ada dalam suatu system social dapat menjadi pemicu terjadinya inovasi atau pembaharuan. Atau sebaliknya, dapat menghambat proses terjadinya proses pembaharuan atau inovasi.
C.        PROSES  INOVASI
Pada bagian sebelumnya telah disampaikan  latar belakang terjadinya inovasi yang disebut dengan sumber-sumber inovasi. Pada bagian ini akan berbicara masalah bagaiman proses inovasi itu terjadi dari mulai membahas tentang proses pengembangan inovasi, proses yang mempengaruhi keputusan inovasi dan factor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi. Seteiap bagian akan diuraikan sebagai berikut :
1.      Proses Pengembangan Inovasi
Proses  pengembangan inovasi biasanya berlangsung dari mulai tahap perkenalan masalah atau kebutuhan diteruskan dengan penelitian dan pengembangan, kemudian setelah itu diikuti dengan komersialisasi, difusi dan adopsi dan diakhiri dengan konsekwensi.
a.      Kebutuhan dan Masalah
Kebutuhan (needs) bisanya ada mengikuti keinginan individu untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupannya. Sementara itu masalah merupakan bagian dari kehidupan manusia. Masalah manusia  tersebut sebagian bersumber dari kodrat dan sebagain bersumber dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Interaksi itu bersifat dinamis, sehingga masalah yang dihadapi manusia tak akan habis-habisnya. Didorong dengan adanya masalah inilah manusia baik sebagai individu mapun bagian dari system social berusaha memunculkan ide-ide, cara-cara dan objek baru.
Pada dasarnya kebutuhan manusia banyak dan bertingkat-tingkat, serta bersumber dari berbagai factor. Semua kebutuhan tersebut, baik kebutuhan dasar (basic needs) seperti kebutuhan fisik/biologis sampau pada kebutuhan tingkat tinggi (high order needs) seperti aktualisasi diri sama-sama dapat menimbulkan terjadinya pengembangan inovasi.
b.      Penelitian sebagai wahana penemuan inovasi
Hampir semua inovasi dalam bidang teknologi merupakan hasil penelitian para ilmuan dan peneliti. Proses ditemukannya atau diciptakannya ide baru biasa disebut dengan istilah invention. Penemuan biasanya terjadi setelah melalui proses penelitian yang cermat dan dilakukan dengan sengaja. Namun demikian ada pula penemuan dan inovasi yang didaptkan manusia secara ‘kebetulan’. Inovasi yang diperoleh secara kebetulan biasanya bersifat relative sederhana, tidak rumit dan tidak kompleks, sebaliknya inovasi hasil penelitian biasanya kompleks dan canggih.
c.       Pengembangan
Pengembangan inovasi adalah suatu proses menempatkan ide-ide baru dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan sasaran potensial menjadi adopter. Pengembangan inovasi selalu didasarkan kepada penelitian. Kegiatan ini sulit dipisahkan dari kegiatan penelitian, karena kegiatan ini  merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Kegiatan ini memerlukan investasi, oleh karena itu biasanya dilakukan dan dibiayai oleh suatu instansi, lembaga perushaan atau Negara.
Pengembangan inovasi berupa teknologi canggih yang baru biasanya melewati empat tahapan yaitu; (1) penciptaan inovasi suatu periode waktu yang penuh ketidakpastian dan coba-coba; (2) imitasi; dimana banyak perusahaan baru masuk dan mengembangkan berbagai variasi inovasi yang berorientasi pasar; (3) kompetisi teknologi dimana bagian research dan development berusaha menyempurnakan inovasi dan akhirnya (4) standarisasi, suatu produk ideal telah ditemukan.
d.      Komersialisasi
Komersialisasi dalam hal ini maksudnya suatu tahapan inovasi dimana suatu inovasi mulai diproduksi dalam jumlah yang besar. Maksud inovasi diproduksi adalah bahwa inovasi dikemas sedemikian rupa sehingga siap untuk dikomunikasikan secara luas. Dengan kata lain hasil inovasi siap untuk didifusikan.
e.      Difusi dan Adopsi
Difusi adalah proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui suatu saluran pada waktu dan ditujukan kepada anggota suatu system social. Sedangkan hasil dari proses difusi biasanya diharapkan terjadi adopsi, yaitu keputusan oleh individu atau masyarakat untuk menerima informasi.
Semenjak diputuskan suatu inovasi telah siap dimasyarakatkan kepada  sasaran potensial, sejak itulah kegiatan difusi dimulai. Keputusan difusi sangat dipengaruhi oleh sponsor yang telah membiayai kegitan penelitian dan pengembangan. Pada tahap inilah agen pembaharuan dituntut perannya. Proses difusi dan adopsi ini menentukn nasib inovasi, apakah akan berhasil mensosialisasikannya kepada masyarakat atau gagal da dilupakan
f.        Konsekwensi
Tahap terakhir dalam proses pengembangan inovasi adalah konsekwensi inovasi. Dalam tahap ini kembali permasalahan awal yang telah menyebabkan lahirnya suatu inovasi dilihat apakah telah terselesaikan atau belum. Banyak inovasi berhasil menyelesaikan masalah dan memenuhi kebutuhan. Namun tidak jarang suatu inovasi malahan menimbulkan permsalahan baru, sehingga terjadilah kembali proses pengembangan inovasi baru.
Secara lengkap langkah-langkah proses perkembangan inovasi dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses pengembangan inovasi, mulai dari adanya kebutuhan/masalah, ditindaklanjuti dengan penelitian dan pengembangan, serta komersialisasi kemudian terjadi difusi dan adopsi sampai akhirnya membawa konsekwensi. (Diadopsi dari Rogers, 1995)

2.      Proses Yang mempengaruhi Keputusan Inovasi
Proses pengambilan keputusan inovasi adalah suatu proses dimana seseorang individu atau organisasi mulai dari pertama kali menyadari adanya suatu inovasi, membentuk sikap terhadap inovasi tersebut, memutuskan untuk menolak atau menerima, mengimplementasikan suatu ide baru dan membuat konfirmasi atas keputusannya menerima atau menolak inovasi.

 
1.       Tahapan pengetahuan
Proses keputusan adopsi inovasi dimulai dari tahap pengetahuan. Pada tahap kesadaran pengetahuan ini seseorang mulai ‘bersentuhan’ dengan suatu ide baru, mulau menyadari tentang keberadaan inovasi tersebut dan mencoba memahami bagaimana fungsinya. Menurut para pengamat, ketika pada tahap ini seseorang individu masih bersifat fasip. Kebanyakan individu menyadari adanya suatu inovasi adalah secara kebetulan.
Dalam tahap pengetahuan ini setiap orang terdapat perbedaan dalam memahami adanya inovasi. Orang yang segera dapat mengetahui sesuatu inovasi biasanya adalah mereka yang lebih berpendidikan, berstatus social ekonomi tinggi dan lebih kosmopolit. Tetapi peril disadari bahwa orang yang lbih tahu mengetahui tentang suatu inovasi belum tentu ia yang menggunakannya lebih dahulu disbanding orang lain. Mengapa demikian? Sebabnya ialah masih ada factor lain yang mepengaruhi keputusan seseorang yaitu sikap terhadap inovasi. Seseorang mungkin mengetahui sesuatu ide yang baru, tetapi pada saat itu mungkin ide baru tersebut tidak menarik perhatiannya karena ide tersebut kurang cocok dengan kebutuhannya saat itu atau tidak sesuai dengan situasi pribadinya saat itu. Sebaliknya pabila pada saat seseorang mencapai pengetahuan tentang sesuatu ide baru bertepatan dengan situasi dimana ia memerlukan ide baru tersebut maka tahap pengetahuan akan segera terlewati dengan cepat dan kemudian segera meningkat ke tahap berikutnya yaitu tahap persuasi. Jadi factor “kebutuhan (needs) sangat mempengaruhi kecepatan terjadinya proses pengetahuan seseorang tentang inovasi.
Kecepatan seseorang dalam melewati tahap kesadaran dan pengetahuan akan inovasi ini berbeda-beda. Ada orang yang cepat memperoleh pengetahuan tentang sesuatu ide baru atau inovasi ada pila yang lambat. Berdasarkan berbagai penelitian Rogers membuat generalisasi tentang cirri-ciri orang-orang yang lebih awal mengetahui inivasi, sebagai berikut : (1) memiliki pendidikan formal lebih; (2)Memiliki status sosil ekonomi lebih tinggi; (3) memiliki tingkat kontak media massa saluran komunikasi lebih banyak; (4) lebih banyak berurusan dengan saluran interpersonal; (5) memiliki kontak lebih banyak dengan agen pembaharuan dan (6) memiliki partisipasi social lebih dan lebih kosmopolit.
2.       Tahapan Persuasif
Tahap persuasive terjadi setelah seseorang melewati tahap pengetahuan. Pada tahap ini seseorang menjadi suka atau tidak suka kepada ide baru (inovasi). Kegiatan mental pada tahap persuasi ini lebih bersifat afektif berkenaan dengan feeling. Berbeda dengan tahap pengetahuan yang lebih bersifat kognitif maka pada tahap ini soal rasa  memegang peranan penting. Setelah seseorang memperoleh pengetahuan yang cukup tetan sesuatu ide baru, maka ia menimbnag-nimbang. Ia akan melihat apakah ide baru tersebut  sesuai dengan kebutuhannya, pada tahap ini ia aktif mencari infromasi lebih banyak tentang ide tersebut untuk meyakinkan diri. Informasi tersebut  biasanya diperoleh dari orang-orang yang dianggap lebih tahu. Stelah melewati tahap pengetahuan dan persuasi inilah persepsi seseirang terhadap inovasi terbentuk. Individu menjadi yakin atau sebaliknya meragukan perlunya inovasi tersebut
Masalah persepsi memegang peranan penting dalam melewati tahap persuasi ini. Persepsi seseorang tentang atribut inovasi dipengaruhi oleh kadar pengetahuannya tentang inovasi tersebut.
Setiap inovasi menimbulkan ketidakpastian bagi individu dalam menyikapinya. Ketidakpastian tersebut berkenaan dengan sikap, yang dapat berbentuk keragu-raguan, penasaran dan sebagainya. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebutbiasanya seseorang berusaha mencari informasi tentang penilaian orang terhadap inovasi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah: Apakah keuntungan atau kerugian bagi saya? Sejauhmana kesesuaian dengan kondisi sekarang? Apakah mudah atau sulit untuk diterapkan? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

3.       Tahap Keputusan
Tahap keputusan terjadi apabila seseorang telah sampai pada ketetapan niat untuk memilih menerima atau menolak suatu ide baru. Apabila seseorang berketatapan hati untuk menggunakan suatu ide baru, maka ia membuat keputusan untuk mengadopsi. Sebaliknya apabila ia berketatapan hati untuk tidak menerima ide baru, maka ia telah melakukan penolakan (rejection). Ada dua macam penolakan yaitu penolakan secara aktif atau penolakan secara pasif. Keputusan ini bisa terjadi lebih dari satu kali, artinya orang yang semula memutuskan tidak mengadopsi bisa berubah memutuskan mengadopsi kemudian, atau bisa pula sebaliknya orang yang semula telah memutuskan mengadopsi bisa membuat keputusan untuk berhenti.

4.       Tahap Implementasi
Implementasi terjadi ketika seseorang  menjadikan sesuatu ide baru menjadi bagian dari kehidupannya. Kegiatan implementasi ini berkaitan dengan perubahan perilaku. Biasanya muncul berbagai masalah dalam tahap implementasi ini. Berbagai pertanyaan yang timbul biasanya adalah : Dimana saya memperoleh inovasi? Bagaimana mempergunakannya? Apakah kesulitan dan masalah serta bagaimana mengatasinya?
Sampai kapan tahap implementasi ini berakhir? Meskipun seseorang telah mengimplementasikan ide baru, namun belum  tentu keputusannya tersebut akan lestari. Tahap implementasi akan berakhir ketika seseorang memutuskan tidak melanjutkan mengadopsi, atau ketika ia mengadopsi ide yang lebih baru lagi. Apabila suatu implementasi telah berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama, dan cara baru tersebut telah tidak dianggap baru lagi, maka yang terjadi adalah suatu kegiatan rutin.  Pada tahap ini terkadang terjadi apa yang disebut penemuan ulang atau re-invention. Penemuan ulang ini terjadi ketika adopter mengadakan modifikasi atau penyempurnaan/perubahan terhadap inivasi



5.       Tahap Konfirmasi
Sebagaimana disampaikan di depan bahwa keputusan untuk mengadopsi atau menolak adopsi bukanlah sesuatu yang tetap atau statis. Pada tahap ini seseorang yang telah membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolak inovasi, berusaha mencari pembenaran atau dukungan atas sikapnya tersebut. Ia amencari penguatan dari orang-orang sekitarnya. Bagi seorang agen pembaharu upaya konfirmasi ini penting untuk menjaga agar sesuatu inovasi dapat kontunyu dan terus berfungsi. Bahkan tahap konfirmasi yang berhasil akan mengubah keputusan individu yang semula menolak menjadimenerima atau mengadopsi dan sejak semua telah mengadopsi akan sedikit sekali yang berhenti.
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi Adopsi Inovasi
a.      Karakteristik Inovasi
Seperti yang disampaikan sebelumnya berhasil tidaknya proses inovasi sampai kepada adapter adalah sejauhmana efektifitas agen pembaharuan melakukan difusi inovasi. Ada lima factor atau karakteristik menurut Rogers (1983) yang mempengaruhi adopsi inovasi yaitu : meliputi:
                                    1)      Keunggulan relatif (relative advantage),
                                   2)      Kompatibilitas (compatibility),
                                   3)      Kerumitan (complexity),
                                   4)      Kemampuan diuji cobakan (trialability) dan;
                                   5)      Kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
b.       Saluran Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama (mutual understanding) antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh: 1) partisipan komunikasi dan 2) saluran komunikasi. Dari sisi partisipan komunikasi, Rogers mengungkapkan bahwa derajat kesamaan atribut (seperti kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan lain-lain) antara individu yang berinteraksi (partisipan) berpengaruh terhadap proses difusi. Semakin besar derajat kesamaan atribut partisipan komunikasi (homophily), semakin efektif komuniksi terjadi. Beitu pula sebaliknya. Semakin besar derajat perbedaan atribut partisipan (heterophily), semakin tidak efektif komunikasi terjadi. Oleh karenanya, dalam proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya untuk memperkecil “heterophily”.
Sementara itu, saluran komunikasi juga perlu diperhatikan. Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran komunikasi tertentu memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran komunikasi lain. Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai berikut: 1) saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi; 2) saluran kosmopolit lebih penting pada tahap penetahuan dan saluran lokal relatif lebih penting pada tahap persuasi.3) saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter); dan 4) saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran local bagi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
c.        Karakteristik Sistem Sosial
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini, Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah: 1) struktur sosial (social structure); 2) norma sistem (system norms); 3) pemimpin opini (opinion leaders); dan 4) agen perubah (change agent).
Struktur social adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Struktur ini memberikan suatu keteraturan dan stabilitas prilaku setiap individu (unit) dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem social dimana individu tersebut berada.
Norma adalah suatu pola prilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem social yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem social. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
“Opinion Leaders” dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yaitu orang-orang tertentu yang mampu mempengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana prilakunya (baik mendukung atau menentan) diikuti oleh para penikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh (opinion leaders) memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
Agen perubah, adalah bentuk lain dari orang berpengaruh. Mereka sama-sama orang yang mampu mempengaruhi sikap orang lain untuk menerima suatu inovasi. Tapi, agen perubah lebih bersifat formal yang ditugaskan oleh suatu agen tertentu untuk mempengaruhi kliennya.
Agen perubah adalah orang-orang professional yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan tertentu untuk mempengaruhi kliennya. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan agen perubah berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik strukstur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem social (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu. 

No comments:

Post a Comment

Pages